Wednesday, April 25, 2007

HELIKOTER

Solo, 25 April 2007

Dua atau tiga minggu yang lalu saya sempat membaca ulasan Dr. Sapardi Djoko Damono di majalah Tempo di kolom Bahasa!. Detilnya saya kurang tahu, tetapi intinya adalah mengenai bunyi suara yang diujarkan sesuai dengan adaptasi suara tersebut dari si pengujar. Salah satu contoh yang belia berikan adalah kata "seken", yang berasal dari kata bahasa Inggris "second" (hand). Beliau kemudian lebih membahas mengenai pemaknaan "second" dalam konteks "second-hand car "dengan memperbandingkannya dengan kata "used-car". Akibat adaptasi dari pengujaran, maka kata "second" ditulis sesuai dengan bunyi ujarannya menjadi "seken".

Saya lebih tertarik dengan bagaimana proses "second" bisa ditulis menjadi "seken". Saya ingat saat kuliah linguistik yang membosankan di kelas saat saya duduk di semester ketiga atau keempat, Prof, Benny Hoed pernah mengungkapkan bahwa gejala perubahan "second" menjadi "seken" disebut sebagai translationese atau penerjemahan suatu kata dengan mengadaptasikannya dengan pengujaran lokal (Pak Benny, maaf kalau saya salah, kira-kira seperti itulah).

Dulu pernah kata Mall diubah menjadi Mal. Tetapi karena orang Indonesia tidak bisa membiasakan dengan Mal akhirnya berubah kembali menjadi Mall. Kemudian Plaza menjadi Plasa. Itulah akhirnya mobil bekas yang dalam bahasa Inggris disebut dengan "second-hand car" disebut sebagai mobil "seken". Saya tidak tahu apakah kata mobil bekas menjadi kurang afdol ketimbang menyebutnya sebagai "mobil seken". Yang jelas gejala tersebut pastinya diciptakan oleh orang-orang yang tidak mengetahui tulisan bahasa Inggris untuk "second", yang notabene pendidikannya bisa jadi bagus, tetapi tidak paham dengan bahasa tersebut. Secara umum, biasanya golongan masyarakat yang tidak bisa berbahasa Inggris, seringkali disebut sebagai "less educated" (padahal nggak selalu sih….).

Saya sendiri merasa agak terganggu dengan penulisan semacam itu. Yang menyebalkan bagi saya adalah, kurangnya keingintahuan dari orang untuk mencari tahu apakah yang ia ujar atau tulis sudah sesuai dengan bahasa sebenarnya. Menurut saya, translationese kelihatan sepele, tetapi kalau semua ditulis dengan benar, hal ini bisa memberikan edukasi kepada orang-orang yang tidak tahu. Okelah, kalau memang lidah kita sulit untuk melantunkan "second" secara baku dan benar berdasarkan fonetik bahasa Inggris, paling tidak saat penulisan, kita dapat menyontek dari kamus. Pengujaran boleh "seken", tetapi tulisan tetap "second".

Tetapi suatu saat saya pernah merasa lelah dengan pemberian edukasi. Mungkin ada saatnya kita membiarkan saja orang berpikir dan menganggap semua tidak masalah. Menurut saya orang kita sangat toleran, sehingga semua menjadi “Ya, nggak papa…”.

Sewaktu Merapi belum erupsi, saya datang ke desa Bebeng tempat Kawasan Kaliadem di bawah kaki Merapi yang sekarang sudah tertutup lahar. Waktu itu saya singgah di warung kopi dan bicara dengan Ibu pemilik warung. Sang Ibu pernah lari ke bawah saat malam hari terdengar suara erupsi Merapi.

“Kencang sekali, Mbak, kayak Helikoter,” katanya.

Saya waktu itu bingung dengan apa yang dimaksud oleh si Ibu. Mungkin karena kebetulan juga saya kurang menyimak. Setelah saya dengarkan sekali lagi, kebetulan si Ibu menyebut kembali ‘helicoter’ itu.

“Oh, maksud Ibu, Helicopter ya,” kata saya.

“Iya, Mbak. Helikoter. Suaranya nguung nguung gitu…”

Saya pasrah saja akhirnya sambil menahan senyum saya mencatat apa yang dikatakan si Ibu yaitu beliau mendengar suara erupsi Merapi seperti baling-baling Helicopter di tengah malam. Tetapi setelah itu saya berhenti mencatat, dan berpikir, bunyi nguuung nguung yang dia sebut itu harus ditulis bagaimana. Apakah benar nguuung atau kalau si Ibu harus menuliskannya, kata apa yang akan dihasilkannya. Akhirnya saya hanya melaporkan bahwa salah satu penduduk desa mengibaratkan suara erupsi Merapi seperti bunyi mesin Helikopter.

Saya yakin, pembaca di Jawa Barat atau di Sulawesi akan membayangkan bunyi mesin Helikoter….eh Helikopter dengan lafal dan penulisan yang berbeda. Helicopter atau Helikopter dalam bahasa kita?