Sunday, December 18, 2005

PERAHU NELAYAN ACEH

Banda Aceh, 18 December 2005
Menjelang setahun setelah gelombang tsunami menghantam propinsi Nangroe Aceh Darussalam, penduduk Aceh sedikit demi sedikit mulai menikmati hasil dari bantuan luar negeri. Meski banyak juga komentar para penduduk yang mengaku tidak merasakan bantuan tersebut dengan menuduh bahwa dananya tidak sampai ke tangan mereka, paling tidak para nelayan mendapatkan perhatian khusus, terutama dari luar negeri.
Hampir sepertiga penduduk Aceh bekerja sebagai nelayan. Secara logika, kebanyakan dari nelayan di Aceh adalah orang-orang yang paling terkena dampak tsunami. Mereka kehilangan rumah dan matapencaharian karena penghidupan mereka berasal dari daerah pesisir yang terkena dampak tsunami terparah. Tetapi yang paling menyedihkan adalah, kenyataan bahwa sebagian besar dari mereka kehilangan perahu yang merupakan perangkat utama untuk mendapatkan penghasilan.
Sebelum tsunami, para nelayan mengaku kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Karena itulah, ada sedikit kegembiraan saat beberapa lembaga lokal dan luar negeri mulai membantu mereka dalam pengadaan perahu bagi para nelayan ini. Sehingga, meski masih tinggal di tenda-tenda darurat yang letaknya jauh dari pantai, mereka tetap bisa datang ke desa mereka yang sudah rata dengan tanah di pesisir pantai untuk melaut dan menangkap ikan.
Hanya saja semua usaha pasti ada dampak sampingan. Disinyalir bahwa dikarenakan sulitnya mendapatkan pekerjaan, orang yang tidak pernah menjadi nelayan sekalipun, akhirnya mendapatkan jatah perahu. Selain itu, saking banyaknya lembaga non-pemerintah baik lokal maupun internasional yang menyediakan perahu bagi para nelayan ini, dikhawatirkan bahwa perairan aceh akan kekurangan sumber daya laut, akibat terlalu banyaknya nelayan yang melaut. Apalagi jika banyak juga orang yang tadinya bukan nelayan, mendadak menjadi nelayan.
Beberapa LSM memang mengkhawatirkan hal tersebut, tetapi apabila melihat kehidupan para nelayan Aceh saat ini, paling tidak ada suatu hasil dari rekonstruksi Aceh. Di tengah gembar-gembor peringatan 1 tahun tsunami, naiknya harga bahan bakar minyak (para nelayan yang ditemui mengaku belum mendapatkan dana kompensasi BBM) mereka tetap melaut dan mendapatkan penghasilan kembali seperti semula. Tidak selamanya komentar yang mengatakan bahwa rekonstruksi Aceh itu terkesan lelet itu benar. Parahnya bencana menyebabkab proses tersebut menghadapi banyak kendala pula. Lebih baik ada ketimbang tidak sama sekali.