Friday, June 24, 2005

KECOH LIMABELAS

Friday, 24 June 05

Sudah dicanangkan sejak 1928 bahwa bahasa Indonesia adalah alat pemersatu bangsa. Jadi dari Sabang sampai Merauke, semua orang Indonesia dapat berkomunikasi satu sama lain dengan bahasa Indonesia. Tapi siapa sangka bahwa sesama orang Indonesiapun bisa terkecoh dan terjadi salah pengertian meski sudah saling berbahasa Indonesia, akibat pengaruh dialek dan adat istiadat dari masing-masing suku bangsa.

Saat menemani rekan saya dari stasiun televisi Prancis berbelanja sepatu di sebuah toko di Banda Aceh, saya terkecoh dengan penggunaan bahasa Indonesia dari si Ayah[*]penjaga toko. Ayah menyebutkan bahwa harga sepatu yang diinginkan oleh rekan saya adalah limabelas. Saya langsung menerjemahkan dan mengkonversikan harga tersebut ke dalam mata uang euro.

Moins de 2 euros”, kata saya mantap. Tentu saja rekan saya sangat senang mendengar harga tersebut dan bahkan akan membeli sepatu yang lain, yang harganya jauh lebih mahal, yaitu Rp. 200,000. Dengan senang hati juga sang Ayah memberikan 2 pasang kaos kaki gratis.

Ketika hendak membayar, mata saya melotot melihat angka yang disodorkan. Tercantum Rp. 450,000,-. Langsung saya protes ke Ayah,”Ayah, katanya yang satu lagi harganya lima belas?”

Ayah juga tidak mau kalah,”Memang lima belas.”

Saya langsung curiga adanya kesalahpahaman di sini, lalu saya bilang,”Lima belas ribu kan?”

Jawaban Ayah,”Bukan, Nak, seratus lima puluh ribu.”

Kontan saja, percakapan kami yang didengar oleh pengunjung toko lain jadi bahan tertawaan. Sambil meringis, saya berkata pada Ayah, bahwa saya pikir, lima belas itu lima belas ribu. Sama seperti kalau kita bilang dua puluh dalam konteks uang rupiah, ya, berarti dua puluh ribu.Jadi mana saya tahu bahwa angka 150,000 di Aceh bisa disingkat menjadi lima belas juga. Lagipula saat harga sepatu lainnya yaitu 200.000 disebutkan, Ayah tidak bilang bahwa harganya dua puluh, melainkan lengkap, dua ratus ribu, begitu.

Akhirnya saya jelaskan kepada rekan Prancis saya kesalahpahaman tersebut. Walhasil, rekan saya tidak jadi membeli sepatu dan kami berdua ngeloyor keluar toko. Meski sudah minta maaf pada Ayah, saya sempat melihat ketidaksukaan di wajahnya karena gagal menjual dua pasang sepatu…Bein, desolée, Monsieur


[*] Panggilan sopan di Aceh untuk Bapak.