Wednesday, March 30, 2005

GEMPA LAGI

Saking trauma-nya dunia akan tsunami yang melanda Asia, termasuk di Serambi Mekah, maka ketika gempa besar berkekuatan 8.7 skala richter kembali mengguncang Sumatera dan sebagian wilayah Asia Barat, maka seluruh dunia ingin tahu. Terkena imbas dari globalisasi, tengah malam saat gempa itu telepon genggam saya berdering tak henti-hentinya dari rekan-rekan wartawan daan teman-teman di luar negeri yang bertanya soal statistik gempa dan update beritanya di media-media lokal.

Ngeri sekali saat mengabarkan apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata tak henti-hentinya negeri ini dilanda bencana. Sampai-sampai presiden kita menunda keberangkatan ke negeri Kangguru.
Kalangan wartawan sendiri sudah langsung terbang ke Nias tempat di mana diperkirakan kerusakan terhebat terjadi. Bahkan ada yang menyewa pesawat carter dari Medan atau Banda Aceh ke Nias. Walhasil baru tadi pagi saya dengar rekan-rekan wartawan berhasil masuk ke kota Gunung Sitoli.

Di Jakarta sendiri saat saya menulis berita ini, terjadi hujan deras yang mengakibatkan Jalan Sudirman dan Thamrin tergenang banjir. Dari tingkat 16 gedung bertingkat tempat saya meng-update berita Nias, saya bisa melihat macetnya Jalan Sudirman terutama di sekitar Bundaran HI. Agaknya semua kebagian jatah, jatah bencana.

Tidak tahu mengapa gejala alam luar biasa ini mengguncang Asia. Indonesia adalah yang terkena dampak paling parah. Gempa di Alor, Nabire dan terakhir dahsyatnya sang tsunami di Aceh disusul gempa susulan kemarin malam di sebagian besar Sumatera, seolah jatuh bertubi-tubi ke negeri ini. Daripada bertanya apa salah kita sehingga terjadi bencana, dan melantunkan lagu-lagu sedih pasca bencana, lebih baik sekarang cepat tanggap untuk membantu dan menanggulangi bencana. Tapi kalau saya bicara panjang lebar soal itu, pasti dibilang Om-Do, alias Omong Doang...udah gak ngapa-ngapain dan cuma bisa complaint lewat internet, mending cari cara gimana bisa membantu mereka-mereka yang kesusahan.

Jelas memang gejala alam sedang melanda sebagian Asia dan masih ada kemungkinan gempa-gempa lain terjadi. Wilayah kita memang rentan dengan gempa dan curah hujan yang tiggi mengakibatkan juga banjir dan tanah longsor. Tapi selain rentan bencana alam, negeri kita ini juga rentan pertikaian dan perkelahian. Bahkan sampai ke tingkat parlemen. Tidak tanggung-tanggung gemanya bak sang tsunami mengamuk. Semua editorial membahasnya.

Sayangnya memang kita tidak siap untuk mengantisipasi gejala akan terjadinya bencana, misalnya gempa. Memang sih, salah satu alasannya memang sudah suratan takdir, tetapi paling tidak bisa dicontoh apa yang terjadi di Thailand saat gempa Senin kemarin. Tanpa menimbulkan kepanikan yang tidak perlu, pemerintah Thailand dapat menenangkan warganya supaya tidak berlarian kocar-kacir dan memastikan lewat alatnya bahwa tidak akan ada tsumani. Waega Thailand-pun lega dan kembali ke rumah-masing-masing, khususnya yang tinggal di tepi pantai. Meski alatpun kadang juga bisa meleset dari perhitungan dan memang sudah takdirnya bencana datang, paling tidak, Thailand menunjukkan kesiapannya setelah dilanda gempa dan gelombang tsunami akhir tahun kemarein.

Kalau di Indonesia, lain ceritanya. Warga dibiarkan kebingungan naik ke atas bukit dan menunggu sambil gemetaran, tanpa ada pemberitahuan pasti. Seorang rekan yang berada di Aceh lewat telepon genggam mengatakan bahwa ada beberapa rekannya yang nekat ke pantai untuk melihat apakah ada tsunami atau tidak karena penasaran, dan tidak mau mendengar rumours saja. Ini kan gila. Bagaimana kalau ada ratusan orang penasaran ke pantai karena ingim memberitahukan orang lain bahwa ada tsumani atau tidak. Mereka akan menjadi korban pertama yang digulung ombak. Mungkin juga memang pemerintah masik panik menangani bencana Desember lalu dan tidak siap menghadapi bencana kedua, atau memang masalah birokrasi yang mengganjal untuk pembelian alat. Mungkin masih minta tandatangan sini situ sebelum di-approved.

Yang jelas, sekarang bencana sudah terjadi. Ketimbang melantunkan lagi-lagu sedih yang bisa membius kita tapi nggak bisa ngasih makan korban dengan lagu-lagu itu, mending ulurkan tangan dan salurkan bantuan. Insya Allah kalau kita aware dan peduli dengan sesama, tidak akan dikorupsi. Percaya sajalah....