Thursday, March 03, 2005

BENSIN NAIK, LHO...

1 Maret 2005

Mari naik ramai-ramai. Harga bensin naik, otomatis harga-harga lainnya pun naik, termasuk tarif angkutan dan bahan-bahan pokok. Walhasil, yang katanya kenaikan harga bensin didasarkan pada pemikiran perlunya subsidi bensin dialihkan kepada subsidi pendidikan menjadi nggak beralasan.

Kalau kata teman-teman orang asing yang tinggal di Jakarta, harga bensin di Indonesia termasuk paling murah di dunia. Cuma sayangnya mereka tidak memikirkan bahwa di belahan dunia lain yang mereka sebut seperti Singapura, Negara-negara Eropa dan Barat lainnya, pendapatan perkapitanya juga sesuai dengan harga bensin tersebut, sementara di Negara kita yang manajemennya nggak karuan ini, pendapatan perkapitanya sangat rendah, bakan sebegitu rendahnya sampai-sampai mau beli minyak tanah saja tidak sanggup.

Kalau pendapat para hedonis Jakarta beda lagi. Dari sms yang diterima di siaran radio swasta yang pendengarnya kebanyakan para pengemudi kendaraan pribadi, salah satunya berbunyi,”Namanya juga punya mobil, harus siap dengan risiko perawatan yang mahal termasuk harga bensin yang naik tiap tahunnya.” Benar juga sih. Agaknya tergantung dari kalangan mana, tanggapan soal naiknya harga bensin juga berbeda-beda.

Saya sendiri agak setuju dengan pendapat di atas sebagai pengguna mobil pribadi kalau mau diminta menanggapi dampak kenaikan bensin terhadap dompet saya. Yang jelas, selain tidak terlalu merasakan bedanya seberapa tipis dan tebalnya dompet sebelum dan setelah kenaikan karena saya menggunakan si jago merah pertamax plus yang sudah naik sebelum saya punya si Jazzy, saya menganggap bahwa saking keterlaluannya pemerintah kita seenaknya menaikkan harga bensin dengan mengambil sikap seolah tidak peduli dengan dampak kemiskinannya, capek juga rasanya mendengarkan alasan-alasan dari para pelaku pemerintahan kita. Keberatan DPR sendiri yang wakil kita juga seolah dianggap angin lalu.

Kalaupun memang subsidi bensin akan dialihkan menjadi subsidi pendidikan, apa benar 100% subsidi tersebut bakal dipakai sepenuhnya? Dari mulai saya taman kanak-kanak, saya suka mendengar almarhum ayah berkata bahwa di negeri asing nun jauh di sana, pendidikan gratis. Kapan ya di Indonesia bisa? Kalaupun gratis, apakah mutunya juga akan naik dengan sendirinya mengingat guru-guru yang kompeten malah lari ke sekolah-sekolah swasta yang sanggup membayar mahal? Setahu saya sudah banyak anak-anak teman saya yang didaftarkan di sekolah-sekolah parlente yang ramai-ramai bersaing mutunya dengan menaikkan tariff.

Daya bakar bensin memang berbahaya, selain dapat membahayakan sekeliling, juga bisa membakar amarah masyarakat. Tapi daya bakar tersebut melemah di tangan bapak presiden kita yang baru dan pembantu-pembantunya. Akibatnya, demonstrasi di mana-mana sehari setelah bensin dinaikkan kenyataanya juga hanya dianggap angin lalu. Bahkan paling tidak pengamatan saya di Jakarta, orang mulai acuh tak acuh dengan segala macam demo tersebut.
Ke-cuek-an masayarakat inipun bisa dilihat dari tidak terlalu panjangnya antrian premium di Jakarta. Kalau saya jadi pelanggan premium-pun saya akan berpikiran sama. Ngapain capek-capek antri, toh beberapa hari lagi juga harus beli bensin lagi.

Enaknya, di pagi hari setelah bensin naik, jalan-jalan kelihatan lengang. Perjalanan ke kantor di Senayan yang biasanya saya tempuh satu jam di jam sibuk pagi hari, kali ini saya tempuh tigapuluh menit dengan kemacetan yang terbilang minor.

Jadi, apakah sudah tepat bensin naik? Kalau mau dijawab secara moderat dan diplomatis meniru gaya para diplomat senior kita, yah, ini masalah dilema saja kok. Mau dibiarkan, pemerintah nggak punya cukup dana untuk mensubsidi, sementara kalau dinaikkan, masyarakat miskin jadi bertambah saja tiap tahunnya. Kalau pandangan sinis sih, pasti ada juga, dong. Meniru para selebritis kita yang opininya cenderung mencari aman, kalau memang subsidi itu dialihkan untuk dana pendidikan, saya setuju sekali…tapi…apakah memang manajemen dana tersebut akan begitu rapinya sampai-sampai 100% dananya akan masuk ke kas pendidikan? Apa benar, dalih yang mengatakan bahwa subsidi bensin hanya dinikmati oleh orang-orang kaya saja yang paling banyak membeli bensin untuk kendaraan pribadi? Pemerintah agak lupa bahwa distribusi sembako harus menggunakan angkutan juga yang notabene menggunakan bensin agar truknya bisa jalan.

Ya sudahlah, memang kita sudah miskin kok…