Wednesday, October 20, 2004

PRESIDEN KITA BARU

20 October 2004

Menyaksikan pelantikan presiden kita yang baru termasuk pengalaman berharga. Selain karena bertemu dengan kawan-kawan sesama kuli tinta dari media dalam dan luar negeri, yang sudah lama tak jumpa, kesempatan itu juga bisa dipakai untuk sekedar refreshing kerja setelah setahun berada di negeri Barat.

Kepala negara Australia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Timorleste termasuk dalam daftar tamu di gedung MRP/DPR. Pelantikan SBY-JK memang menarik perhatian dunia, karena paling tidak ada harapan dari masyarakat internasional dan dalam negeri akan suatu perubahan di Indonesia.

SBY memang sudah dijagokan. Publik kali ini lebih menaruh banyak harapan padanya, ketimbang pemilihan-pemilihan presiden sebelumnya. Saat pembacaan sumpah presiden dan wakil presiden, terbayang di kepala bahwa ternyata presiden dan wakil presiden kita baru. Dulu waktu saya kecil, saya tidak perlu mengingat nama Presiden kita, paling hanya mengingat siapa wakil presiden baru saja. Setelah reformasi, rasanya asyik juga mengeja nama presiden dan wakil presiden yang bukan itu-itu saja. Dan hal ini terulang lagi tahun ini saat melafalkan nama presiden dan wakil presiden dalam naskah saya.

Seorang rekan penyiar mengatakan bahwa masa kampanye, saingan SBY selalu mendapat jatah besar liputan di layar. Dan ternyata setelah saingan itu kalah, mau tidak mau kantor pontang-panting ke Cikeas, dan mendapatkan dakwaan dari sesama rekan wartawan yang bilang ..waduh…kemane ajeeee????

Mugkin demikian juga pandangan rekan-rekan wartawan terhadap saya, tapi bagi saya hal yang paling penting adalah membawa oleh-oleh rekaman vox pop para kepala negara. Kebiasaan para wartawan kita adalah menyerbu, tapi tak satupun yang berani mendahului. Masih ada rasa sungkan agaknya. Tapi namanya pressure, ya sudah, karena sudah kehilangan Howard dan Bolkiah, saat Alkatiri bersiap dengan dilindungi para PM (Polisi Militer), saya memberanikan diri berteriak, “Mr. Alkatiri, how are you?” Sok akrab memang, sampai si kameramen favorit saya, Agil Samal nyengir tapi ini jalan satu-satunya agar pulang gak malu-maluin atau diomongin editor. Toh akhirnya si Perdana Menteri Timorleste itu maju kearah saya sambil tersenyum. Mungkin kasihan, atau memang perlu juga dia membuat komentar.

Kebanyakan komentar memang bernada optimis seoptimis berita-berita di media yang seakan mengharapkan adanya perbaikan seketika pasca pemerintahan sebelumnya. Menarik memang melihat suatu pergantian sistem setelah keluar negeri setahun. Meski masih harus dilihat kinerja pemerintahan selama 100 hari ke depan, paling tidak ada satu gairah yang berbeda dari para rekan kuli tinta yang saya amati. Setiap pergantian presiden selalu ada angin baru dan sebaiknya memang angin baru tersebut bersifat lebih baik ketimbang sepoi-sepoi menghanyutkan saja, membuat orang mengantuk dan bosan…